Sabtu, 15 Oktober 2011

CERPEN : ujung sebuah jalan

Menjadi biang keladi dari semua keusilan dan kekacauan disekolah adalah kegemaranku, membuat semua gadis cantik patah hati juga menjadi salah satu hobiku yang menurut banyak orang tak normal. Tapi aku tak peduli, karena aku adalah Joan, yang akan melakukan apapun yang disukainya tanpa peduli resiko akhirnya. Bahkan beberapa peringatan dari pihak sekolahpun belum juga bisa membuatku duduk tenang dan menjadi anak yang manis.


Aku menghela nafas panjang mencoba menghilangkan rasa malas yang membuat kaki terasa berat untuk dilangkahkan masuk kedalam kelas, lama aku masih nangkring diatas motor kesayanganku sambil celingukan mencari Dika sahabat terbaikku. Karena seperti biasanya dia pasti ada disekitar tempat parkir menungguku dan akan memberiku kue bekalnya yang dibuat oleh mamanya, sejenak aku merasa iri, dika memiliki tante Marika wanita yang sangat baik dan begitu menyayanginya, tante marika juga sangat baik padaku.
Seandainya saja mamaku masih ada disini bersamaku, seandainya tante marika adalah mamaku? Pasti aku akan bahagia. Dan aku pasti tidak akan menjadi seperti ini sekarang, sejenak kuakui bahwa semua kenakalan yang aku lakukan memang untuk mencari simpati dan sebuah kasih sayang yang tak pernah aku dapatkan. Tapi malah sebuah hukuman dan hukuman yang selalu aku dapatkan, benar-benar tak ada seorangpun yang mengerti keadaanku.
***
Hari ini adalah hari ulang tahun dika yang ke 17, aku bingung kado apa yang harus aku berikan padanya karena kupikir mamanya pasti sudah memberikan apapun yang diinginkan dika. Tapi bukan Joan jika harus patah semangat hanya karena sebuah kado, dan kini sebuah kado berwarna biru sudah ada dihadapanku sekarang, tinggal menunggu dibuka oleh calon pemiliknya.
Aku masuk dengan perlahan dan dengan senyum yang mengembang membayangkan wajah dika saat membuka kado super spesial dari sahabat terbaiknya yang terkenal sangat usil ini. Karena pesta belum dimulai akupun pergi mencari dika untuk memberikan kado super spesial dariku dan memintanya untuk membuka kado ini dihadapan semua orang.
Pintu kamar dika sedikit terbuka, dan yang nampak didalamnya adalah tante Marika, mama dika yang aku tahu sangat baik padaku. Perlahan aku mendekat tanpa bersuara, bermaksud memberi kejutan pada tante marika. Tapi saat aku dengar tante Marika menyebut namaku aku langsung mengurungkan niatku, dari balik pintu itu aku mendengar pembicaraanya dengan seseorang.
“Tapi bu, sampai kapan aku merahasiakan ini, sampai kapan? Sudah 17 tahun berlalu dan aku masih harus merahasiakan ini dari mas Handi. Aku takut saat Joan tahu bahwa aku adalah ibunya… dia akan membenciku bu, aku tak…”
“Joo… my best friend…” sapaan dika membuyarkan semua, tante Marika seketika keluar, aku berlari keluar tanpa memperdulikan teriakan orang-orang dibelakangku, pergi dengan memacu motor sekencang-kencangnya.
Aku tak bisa menerima kenyataan ini, khayalanku tentang betapa bahagianya jika tante marika adalah mamaku ternyata salah, semuanya sangat menyakitkan dan membuat dadaku terasa sesak.
Tanganku bergetar hebat hingga tak mampu mengendalikan dan akhirnya kehilangan kendali atas motor yang melaju kencang, dan kurasa jalanan yang gelap dan sepi ini akan menjadi ujung perjalananku malam ini. Dan kini bukan hanya hati yang sakit tapi juga ikut tubuhku terbaring kesakitan, diiringi oleh suara deru angin yang mengantarkanku pada keheningan, kupejamkan mata bersama dengan setitik air yang keluar dari cela kedua mataku.
Aku tetap tak bisa menerima kenyataan ini, yang aku tahu mamaku bukan marika, mamaku telah meninggal saat melahirkan aku. Dan saat aku buka mata nanti, kuharap aku bisa melupakan semua ini, dan itupun jika aku bisa membuka mataku nanti.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar